Ada
satu buku yang sudah lama saya mencarinya. Buku itu saya dengar untuk
pertama kalinya 30 tahun yang lalu saat duduk di kelas 1 SMP (1977).
Buku itu adalah “The History of Java” (Thomas Stamford Raffles, 1817).
Ketika saya mulai mengumpulkan buku untuk membangun perpustakaan
pribadi dua tahun kemudian (1979), pada setiap kesempatan ke pasar loak
buku di Pasar Cihapit Bandung saya selalu mencari buku itu. Tak
terpikirkan sama sekali oleh saya saat itu bahwa kalau pun ada pun buku
itu pasti saya juga tak akan mampu membelinya. Sampai lulus kuliah
(1989) saya tak menemukan buku itu, kalau pun ada pasti tetap tak akan
mampu membelinya. Buku tua berangka tahun 1817 bisa dibayangkan berapa
juta rupiah harganya.
Setelah
bekerja sekian belas tahun, pada setiap kesempatan mengunjungi kios
buku tua/antik yang koleksinya cukup lengkap (Taman Mini, Kuningan,
Pasar Senen, Jakarta atau toko buku antik yang biasa saya kunjungi kalau
kebetulan sedang berada di Adelaide, South Australia) buku ini pun tak
pernah ada. Memesannya kepada pedagangnya pun tak pernah berhasil. Saya
hampir mendapatkannya di Taman Mini, tetapi terlambat hanya beberapa jam
didahului oleh seorang pemburu buku tua lainnya. Mencari cetakan
ulangnya (Oxford University Press, 1965) kalau sedang kebetulan ke
Borders Book di Singapura atau pernah di London pun tak ada. Mungkin
mencari dan memesannya melalui Amazon.com bisa berhasil.
Lalu,
Sabtu minggu lalu saya tiba-tiba diperhadapkan ke buku tebal ini saat
mengunjungi toko buku Gramedia di Bogor (!). Mencarinya di kios-kios
loak di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, ke toko buku antik di Adelaide dan
London, ke toko buku besar di Singapura—ternyata akhirnya saya dapatkan
tak jauh dari rumah saya. Hm…perasaan saya saat itu sukar diperikan
dengan kata-kata. Saya ingin memiliki dan membaca buku ini sejak 31
tahun yang lalu, saat guru sejarah saya yang pintar mendongeng bercerita
tentang Thomas Stamford Raffles. Barangkali bisa dipahami kalau menjadi
sebuah obsesi lebih dari separuh umur saya sampai saat ini.
Yang
saya temui di Gramedia tentu bukan buku aslinya yang bertahun 1817,
bukan pula cetakan-cetakan ulangnya, tetapi adalah terjemahannya. Saya
memang menyukai buku-buku kuno, tetapi isi buku buat saya lebih penting.
Buku kalau tidak dibaca dan dipelajari tak berfungsi sebagai buku yang
akan memintarkan yang membacanya. Maka, buku terjemahan ini untuk saya
sama berharganya dengan buku aslinya. Memang nilai keantikannya tidak
ada sebab ini buku cetakan baru (akhir April 2008), tetapi isinya tetap
antik dan seberharga aslinya. Buku terjemahan Raffles (1817) ini dicetak
dengan jilid keras, kertas HVS 70 gram, kualitas cetakan bagus,
reproduksi gambar jelas. Tebal buku 904 halaman ditambah 36 halaman
pengantar. Ukuran buku lebih besar dari rata-rata buku. Harga buku : Rp
180.000.
Buku
Raffles (1817) ini diterjemahkan oleh tiga orang penerjemah dan dua
orang penyunting. Buku diterbitkan oleh Penerbit Narasi, Yogyakarta.
Sepengamatan saya, belakangan ini di Yogyakarta banyak bermunculan
penerbit-penerbit buku baru, belum terkenal namanya, tetapi menerbitkan
karya asli maupun terjemahan yang baik, mungkin dilatarbelakangi suasana
akademik kota Yogyakarta. Penerbitan penerjemahan buku Raffles (1817)
dalam bahasa Indonesia patut kita sambut dengan gembira. Para penikmat
sejarah dengan buku ini akan dibawa ke masa hampir 200 tahun yang lalu.
Memang,
tak diragukan lagi, buku History of Java telah menjadi salah satu
sumber sejarah paling awal dan paling penting untuk mengetahui kehidupan
masyarakat Jawa pada masa lalu. Raffles yang sangat terobsesi dengan
eksotisme dunia Jawa merekam dengan sangat baik dan detail keragaman dan
keunikan tanah Jawa dan penduduknya serta segala budayanya.
Buku
asli Raffles (1817) sebenarnya terdiri atas dua volume. Volume pertama
merupakan uraian inti tentang Jawa secara lengkap. Volume kedua berisi
informasi tambahan dan lampiran-lampiran. Di dalam terjemahan ini, kedua
volume telah disatukan menjadi satu buku.
Karier
awal Raffles (1781-1826) sebagai juru tulis sebuah perusahaan
Hindia-Timur (1795) memberikan latar belakang ketekunannya sebagai
penulis. Di samping itu, menurut sebuah biografi, Raffles dikenal
sebagai seorang yang tekun, rajin belajar, ulet, dan berkemauan keras.
Tanpa itu semua mustahil mahakarya “The History of Java” akan selesai
dikerjakannya. Raffles mempunyai semua syarat sebagai penghasil
mahakarya (masterpiece).
Raffles
berada di Jawa pada 1811-1816, pertama kali sebagai Lieutenant Governor
of Java yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di
India yaitu Lord Minto (nama aslinya Sir Gilbert Elliot
Murray-Kynynmond). Tahun 1814 Lord Minto meninggal dunia dan Raffles
menjadi Gubernur Jenderal di Jawa sampai 1816. Saat Jawa kembali ke
tangan Belanda, Raffles tengah menggagas dan mengerjakan proyek
arkeologi dan botani di Jawa. Kemudian sampai tahun 1823 Raffles menjadi
Gubernur di Bengkulu. Beberapa wilayah di Sumatra (Belitung, Bangka dan
Bengkulu) memang berdasarkan suatu perjanjian tak diserahkan ke tangan
Belanda.
Hati
Raffles sebenarnya telah tertambat dengan Jawa dan ia benci Belanda
kembali berkuasa di Jawa. Tahun 1819 Raffles menggagas pusat perdagangan
di Pulau Singapura dalam kerja sama dengan Tumenggung Sri Maharaja
penguasa Singapura. Inggris diizinkan mendirikan koloni di Singapura
dengan syarat Inggris melindungi para pedagang Singapura dari Belanda
dan Bugis. Raffles bersumpah Singapura akan dijadikan koloni baru yang
meskipun kecil, namun akan jauh lebih maju dari Tanah Jawa yang dikuasai
Belanda. Sumpah Raffles terwujud. Singapura menjadi pusat perdagangan
paling penting di wilayah Hindia Timur, sampai kini.
Karena
situasi politik, tahun 1823 Raffles meninggalkan Indonesia (Bengkulu)
dan tiga tahun kemudian meninggal dunia sehari sebelum ulang tahunnya
yang ke-45. Meskipun ia meninggal dalam usia yang masih tergolong muda,
telah banyak jejak yang ditinggalkan Raffles terutama dalam karya-karya
ilmu pengetahuan alam dan sejarah Jawa dan Sumatra. Adalah Raffles yang
menggagas pendirian Kebun Raya Bogor dan membantu botanist Prof.
Reindwardt (Belanda) dengan ahli2 dari Inggris untuk menyelesaikannya
dan meresmikannya pada tahun 1817. Kebun Raya dan kebun binatang di
Singapura yang terkenal itu juga didirikan oleh Raffles. Adalah atas
prakarsa Raffles juga warisan budaya Jawa digali dan ditemukan : Candi
Borobudur (1814), Candi Panataran (1815), Candi Prambanan (1815). Begitu
besar perhatiannya pada sastra dan budaya setempat membuat Raffles
mendirikan Museum Etnografi Batavia. Raffles pun sebagai administrator
pemerintahan di Jawa dan Bengkulu banyak meninggalkan sistem-sistem pemerintahan seperti pembagian karesidenan, sistem
pajak, dsb.
Semua
jejak dan karya Raffles terekam dalam buku History of Java. Buku ini
adalah referensi komprehensif tanah Jawa. “Buku ini benar-benar
penting…Kombinasi antara teks yang secara ilmiah begitu orisinal dengan
sejumlah ilustrasi yang indah,…berkualitas tinggi, sebuah mahakarya…yang
dihasilkan
oleh pengamatan langsung penulisnya terhadap tradisi dan lingkungan
Jawa”, begitu tulis Bastin dan Brommer (1979) dalam bukunya “Nineteenth
Century Prints and Illustrated Books of Indonesia” – sebuah buku yang
membahas buku-buku tentang Indonesia yang terbit pada abad ke-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar